Senin, 04 Juli 2011

Syariah dan Sufisme

Syariah atau sufisme semuanya merupakan bentuk pelaksanaan dari ajaran islam
Pelaksanannya ada 2 macam:
  • Pertama:  yang mementingkan sistem tindakan ibadah.
  • Kedua:  lebih mementingkan kebertautan hati, rohani dan mental.
Para pelaku ibadah itu hanya ingin mencapai tujuan akhir yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Namun keduanya itu berakar dari suatu kepercayaan dan kesadaran akan adanya sumber kekuatan sakral atau ghaib yang bisa menempeli segala obyek di dunia profan. Hal ini nampak jelas di tempat-tempat yang disucikan seperti tempat ibadah, kuburan, masjid dan khususnya di sekitar kota Makkah, Madinah dan Padang Arafah atau kawasan Mina.

Di tempat-tempat tersebut orang percaya bahwa segala kehendak Tuhan berlangsung, sehingga waktu dan sejarah hampir tidak ada ketika semua tindakan baik atau buruk akan langsung dibalas Tuhan.

Minggu, 06 Maret 2011

Orang Saleh

Orang yang saleh, apakah ia menjadi guru mursyid atau bukan, seolah menjadi perantara yang menghubungkan ajaran syariah dan tasawuf atau sufisme dan menjadi penghubung antara orang awam dan Tuhan.
Mediasi yang dilakukan oleh orang saleh bukan dengan cara-cara sufi, melainkan melalui kedekatannya kepada Tuhan, hingga orang lain menjadikan mereka sebagai penambah kesalehan dengan harapan bisa mendekatkan orang awam itu kepada Tuhan.

Berteman dengan orang saleh atau menjadikan mereka sebagai iamm doa hingga pimpinan sosial politik dipercaya oleh banyak pihak akan membuka peluang pencapaian kedekatan dengan Tuhan.
Kesalehan tidak hanya menjadi orientasi praktek sufi, namun juga merupakan kualitas pribadi yang menjadi orientasi ketaatan syariah.
Ajaran syariah atau sufisme hanyalah penting dibedakan dalam kajian akademik, tetapi tidaklah begitu penting bagi orang awam dan rakyat kebanyakan kecuali apa yang mereka kenal sebagai orang saleh.

Hakekat diletakkan sebagai tujuan akhir, sementara syariah berfungsi sebagai perahu dan tarekat sebagai lautnya.
Seluruh ajaran Islam itu hanya mungkin dipahami melalui proses pembelajaran yang meletakkan guru dalam arti sufistik ataupun syariah istik sebagai pemain utama.
Itulah tujuan dari serat bayan budiman ditulis.

Sabtu, 05 Maret 2011

Orang Alim

Pemikiran Islam, seperti pandangan yang berkembang dalam masyarakat umum, juga mengenal dua unsur sosial yang bersifat hirarkis, yaitu orang awan di tingkat bawah dan orang alim di tingkat atas.
Dua tingkat ini yang umum diketahui, meski masih ada tingkatan lain dari semua itu.

Kualitas orang alin bukanlah hanya karena ia menguasai sejumlah ilmu, melainkan juga karena memiliki kualitas kesalehan yang dipercayai berada pada posisi lebih dekat Tuhan dibandingkan dengan orang yang awam.
Bukan hanya semata-mata memenuhi ajaran syariah seseorang disebut saleh, tapi juga bersama itu ia menjalani hidup dengan akhlak yang kurang lebih sempurna.

Dalam tradisi sufi, orang-orang berkualitas saleh yang sempurna itulah yang antara lain diyakini telah mencapai salah satu maqam yang disebut makrifat.

Selasa, 01 Maret 2011

Ketakterhinggaan Sang Aku

Dalam ilmu matematika, serat bayan budiman bisa diibaratkan teori limit untuk memahami ajaran Syekh Siti Jenar.
Manunggaling kawulo Gusti yang diajarkannya adalah sebuah bentuk ajaran untuk menembus rahasia ketakterhinggaan.
Dalam matematika, siapa saja yang mampu menembus rahasia ketkterhinggaan maka ia akan bisa menemukan sejumlah kerelatifan nilai ke-aku-an.

Untuk memahaminya kita perlu mengerti bahwa dalam teori limit matematika, satu dibagi nol sama dengan tak terhingga.
Selanjutnya juga perlu dipahami sistem pengerjaan sebagai berikut:
Jika X=Y maka X/Y=Y/Z

Dari sistem pengerjaan tadi maka kita akan bisa buat sebuah sistem operasi metematika untuk memahami ajaran Syekh Siti Jenar.
Nol=Nol
Nol x 7 = Nol x 1000
Sampai disini operasi pengerjaan ini masih bisa diterima oleh kaum penganut syariat matematika.

Jika memakai dalil di atas, X=Y maka X/Z=Y/Z maka kita bisa memasuki suatu sistem pengerjaan yang bagi kaum syariat matematika akan melahirkan kekacauan jagad sebagaimana kekacauan yang disebabkan ajaran Siti Jenar:
0 x 7/0 = 0 x 1000/0

Selanjutnya jika ketakterhinggaan ditembus (yang membolehkan pembagian 0 dibagi 0 dengan hukum X dibagi X sama dengan 1) maka akan terungkap rahasia keakuan bahwa ternyata seribu pun sama dengan tujuh.
0 x 7/0 = 0 x 1000/0
1 x 7 = 1 x 1000
7 = 1000.

Dengan cara pengerjaan tersebut, maka terbongkarlah sesungguhnya rahasia angka-angka 1, 2, 3, 9, 1000, 100000 atau berapapun itu sama saja, tidak ada bedanya.
Itu dalam bahasa agamanya, raja, presiden, kere, gembel, pengemis, seniman, kyai, wali, politisi, karyawan, pegawai negeri itu sama saja jika dihadapkan pada mereka-mereka yang mampu menembus rahasia ketakterhinggaan (yang membolehkan pembagian dengan angka nol: menenggelamkan kebulatan dunia sebagai pusat orientasi), yaitu mereka yang meninggalkan dunia sebelum meninggal dunia.

Dalam logika "WALI" ilmu matematika, pembagian dengan angka nol jelaslah melanggar "Syariat Matematika" dan hanya akan merusak jagad perhitungan matematika.

Khalwat Seorang Sufi

Terkadang kaum sufi melakukan tari-tarian membentuk suatu lingkaran sebagai gambar dari gerak oikiran dan rohani di dalam aksi yang dilakukan dengan tujuan mendekati hakikat di pusat lingkaran.

Khalwat dilakukan sufi bukan sekedar menyepi menjauh dari keramaian duniawi, melainkan sebuah proses pencarian bagaikan serial langkah mencapai Sang Maha Hakikat tersebut.

Inilah antara lain cara sufi memberi makna ibadah menurut aturan syariah yang bukan sekedar gerak-gerik fisik, tangan, kaki dan ucapan, yang eksotik dari luar saja, melainkan sebuah gerak dan perjalanan mental dan ruhani di dalam dirinya hingga mencapai Tuhan sendiri

Tujuan Akhir Ibadah

Tujuan akhir dari semua tindakan ibadah, seperti dalam praktek sufi atau ketaatan syariat adalah berada dekat pada Tuhan, bahkan tawarrub atau mendekati Tuhan itu sendiri.
Mencapai kedekatan pada posisi Tuhan itulah yang sering diberi arti menyatu dengan Tuhan Sang Hakikat.

Penyebutan nama-nama atau sifat Tuhan bukanlah sekedar suatu ucapan verbal seperti meyebut nama orang atau benda, tapi sebuah proses dari suatu langkah penghampiran pada Tuhan.
Gerak-gerak dalam ibadah adalah simbol dari hakikat yang dicari, bukan sekedar anggota tubuh yang tanpa makan dan tujuan.

Seluruh gerak hidup hingga tarikan dan desakan nafas adalah simbol yang bermakna sebagai pencarian dan pencapaian Tuhan itu sendiri dalam bentuj zikir.

Senin, 28 Februari 2011

Bentuk Praktek Sufi

Sebagian tampak diam tanpa gerak seolah berhenti bernafas, badan wadagnya di tempat, tapi ruhaninya berada entah kemana.
Sementara yang lain menggerak-gerakkan tubuh, kaki dan tangan sambil mengucap tanda-tanda sakral bagaikan penari yang melingkari sebuah cahaya api unggun.

Sebagian lain melakukan gerak seperti orang lain yang melakukan ibadah, namun penuh suasana khidmat, seolah mengalami fase terlepas dari ikatan dengan dunia sekitar.

Itulah antara lain beberapa bentuk dari praktek sufi yang tampak dari luarnya.
Mungkin di dalam bagaikan gelombang dahsyat gerak rohaniah merasakan dan menghadiri sebuah perjamuan dengan Allah Yang Maha Agung.

Kamis, 17 Februari 2011

Alasan Syekh Siti Jenar Menolak Panggilan Sultan Demak

Pada postingan sebelumnya adalah bahwa kancil menjelaskan kepada gajah tentang dua Gusti.
Panggilan Gusti Katon (Raja Sulaiman), ditolak oleh si kancil karena lebih mementingkan panggilan Gusti Agung.

Kisah penjelasan inilah yang bisa dijadikan kiasan, atau membandingkan argumentasi Syekh Siti Jenar yang menolah panggilan Sultan Demak melalui perantaraan Sunan Bonang.

Kita simak kutipan berikut ini:
"Mendengar apa yang dikatakan Sunan Bonang, Syekh Siti Jenar menjawab:
Bonang! Kamu mengundang saya datang ke Demak, akan tetapi saya ini malas untuk datang ke Demak.
Alasannya, karena saya merasa tidak berada di bawah atau diperintah oleh siapa pun, kecuali oleh hati saya.

Perintah hati itulah yang saya patuhi perintahnya.
Bukankah kita sesama mayat?
Mengapa seseorang memerintah orang lain?
Manusia itu sama antara yang satu dengan yang lain, sama-sama tidak mengetahui siapa Hyang Sukma, karena yang disembah itu hanyalah nama-Nya saja.

Meskipun demikian, banyak kaum santri yang bersikap sombong dan merasa berkuasa memerintah sesama bangkai.
Jika kamu ingin mengadu ilmu, khusus mengenai rasa ilmu, mari dilakukan di sini saja, asal kita berpegangan pada kitab Balal Mubarak.

Sekalipun yang menggubah isi kitab itu juga orang mati, akan tetapi kita yang menggunakannya pun ternyata sesama orang mati.

Itulah jawaban dari Syekh Siti Jenar ketika menolak panggilan Sultan Demak.
Untuk postingan berikutnya akan meneliti tingkat logika dari alasan itu.

Ejekan Si Kancil Kepada Gajah | Memahami Matematika Syekh Siti Jenar

Sebagai lanjutan dari Si Kancil dan Kuda | Memahami Matematika Syekh Siti Jenar.
Kemarin telah disebutkan bahwa si kancil ini telah sedikit mengejek si gajah.
Kancil bilang kalau gajah yang hidungnya besar dan panjang dan badannya bagaikan gunung, tetapi maksud dua ratu saja tidak mengerti.

Padahal semua makhluk yang hidup mempunyai dua ratu, yang pertama itu adalah Ratu Agung (Raja Besar) dan yang kedua adalah Gusti Katon (Raja yang terlihat / Raja Dunia).
Jika salah satu perintahnya tidak dipenuhi akan mendatangkan kecelakaan.
Jika gajah kurang percaya dianjurkan untuk mengingat dalil athi'llah wa athi'ur rasul dan lagi wa ulil amri minkum.

Dalam kasus panggilan yang lalu, kelihatannya saya (kancil) ini tidak memenuhi perintah Raja Katon, padahal saat itu saya tengah memenuhi perintah Gusti Maha Agung yang pada saat yang sama juga memanggilku.

Kutipan di atas adalah bagian dari serat bayan budiman yang mengisahkan pemanggilan kancil oleh Raja (Nabi) Sulaiman / Raja dari semua raja yang tidak ada duanya setelahnya yang akan hidup di muka bumi ini.
Pada panggilan pertama, kancil tidak bersedia menghadap sang raja dengan alasan sakit, sehingga membuat sang raja agak marah padanya.

Karena selama ini raja merasa tidak ada satu pun makhluk yang berani menolak perintahnya,namun kenapa si kancil yang kecil itu tiba-tiba berani menolak perintahnya.

Rabu, 16 Februari 2011

Si Kancil dan Kuda | Memahami Matematika Syekh Siti Jenar

Dalam serat Bayan Budiman dikisahkan ketika kuda tiba kembali, si Kancil yang tahu gelagat segera berlari mendahului menghadap kepada sang Raja.
Berbeda dengan si Anjing, sambil terus menjulurkan lidah ia justru berlari untuk sembunyi di balik gerumbul.

Namun baunya segera tercium oleh si Kuda.
Anjing pun tak bisa mengelak lalu dikawal menghadap Raja SUlaiman ke istana.
Kancil telah tiba di hadapan sang Gusti Katon, Raja SUlaiman.
Gajah lalu diminta oleh Raja menjelaskan mengapa si Kancil diminta datang pada pisowanan agung di istana tersebut.

Sebelum menjawan si Kancil merasa perlu menkelaskan lebih dahulu mengapa semula ia menolak datang.
Sambil menunduk karena tahu bahwa sang Prabu agak marah, si Kancil menjelaskan bahwa dirinya betul-betul susah bagaimana memenuhi perintah dua ratu yang tidak bisa ditinggalkan salah satu.

Gajah lalu bertanya tentang ratu yang disebut si Kancil karena ia tidak mengerti apa memang ada khalifah yang selain Raja SUlaiman di bumi ini.
Sambil mengejek si Gajah, Kancil menyatakan mengapa gajag yang hidungnya panjang besar dan badannya bagaikan gunung, tetapi maksud dua ratu saja tidak mengerti.

Berlanjut ke:

Ejekan Si Kancil Kepada Gajah | Memahami Matematika Syekh Siti Jenar


Syekh Siti Jenar | Kitab Bayan

Syekh Siti Jenar yang ada dalam postingan ini karena serat bayan budiman juga menyebutkan demikian dengan alasan karena berisi penjelasan tentang sikap hidup manusia muslim yang mencerminkan konsep Wahdatul Wujud yang menjdi inti ajaran Syekh Siti Jenar.

Kalau dalam bahasa Jawa berart Warongko Manjing Curigo yang tersaji dengan konteks hidup praktis keseharian dan dikaitkan kasus-kasus khusus, terutama dalam kaitan politik kekuasaan dan ekonomi.

Namun ajaran makrifat dan kesatuan kawula-Gusti atau Wahdatul Wujud dam kitab Bayan Budiman tersebut agak berbeda dengan uraian tentang ajaran Syekh Siti Jenar yang selama ini kita kenal.
Selama ini umumnya, orang memandang bahwa ajaran Syekh Siti Jenar hanya mengandalkan hakikat, sehingga Walisanga meletakkan ajaran Syekh Siti Jenar sebagai ancaman.

Kalau dipikir secara nalar dan logika, apakah sesat ajaran seorang yang mempunyai nama bergelar SYEKH...
Dimana tingkatan ini adalah sebuah tingkatan yang tinggi dalam ilmu Makrifat.
Hanya mungkin saja seseorang menyalahgunakan atau menambah-nambahi tentang arti dan ajaran Wahdatul Wujud ini.

Karena banyak manusia dan murid dari Syekh Siti Jenar ini yang tak mampu menerima ajaran dari Sang Syekh yangpadahal benar (entah salah persepsi atau salah mengartikan), maka Walisongo bertindak tegas demi berkembangnya Umat Islam di tanah Jawa ini.
Wallahu A'lam..

Burung Surga

Burung surga yang ada di tiap postingan ini hanya merupakan simbol.
Seekor burung yang disebut Burung Bayan sebagai aktor utama yang bertindak sebagai penyampai pesan ajaran kasampurnan.

Serat Bayan Budiman | Sekapur Sirih

Serat Bayan Budiman ini merupakan blog yang bersumber dari catatan yang dibuat pada tahun 1859 Jawa tau tahun 1929 Masehi yang ditulis dalam bentuk bahasa Jawa dengan huruf pegon Arab oleh Kyai Ali Hasan.

Serta dari pedoman sebuah buku karya DR. Abdul Munir Mulkan yang berjudul Makrifat Burung Surga dan Ilmu Kasampernan Syekh Siti Jenar.
Penunjuk tahun itu menandai kitab ini sedikit lebih tua atau sezaman dengan serat-serat yang menjelaskan pandangan Syekh Siti Jenar tentang Ilmu Makrifat.

Banyak buku yang menjelaskan tentang Hikayat dan Serat Bayan Budiman ini.
Pada tahun 1950-an telah terbit pula buku Serat Syekh Siti Jenar karangan R. Sosrowijoyo yang terbit pada tahun 1956.