Minggu, 06 Maret 2011

Orang Saleh

Orang yang saleh, apakah ia menjadi guru mursyid atau bukan, seolah menjadi perantara yang menghubungkan ajaran syariah dan tasawuf atau sufisme dan menjadi penghubung antara orang awam dan Tuhan.
Mediasi yang dilakukan oleh orang saleh bukan dengan cara-cara sufi, melainkan melalui kedekatannya kepada Tuhan, hingga orang lain menjadikan mereka sebagai penambah kesalehan dengan harapan bisa mendekatkan orang awam itu kepada Tuhan.

Berteman dengan orang saleh atau menjadikan mereka sebagai iamm doa hingga pimpinan sosial politik dipercaya oleh banyak pihak akan membuka peluang pencapaian kedekatan dengan Tuhan.
Kesalehan tidak hanya menjadi orientasi praktek sufi, namun juga merupakan kualitas pribadi yang menjadi orientasi ketaatan syariah.
Ajaran syariah atau sufisme hanyalah penting dibedakan dalam kajian akademik, tetapi tidaklah begitu penting bagi orang awam dan rakyat kebanyakan kecuali apa yang mereka kenal sebagai orang saleh.

Hakekat diletakkan sebagai tujuan akhir, sementara syariah berfungsi sebagai perahu dan tarekat sebagai lautnya.
Seluruh ajaran Islam itu hanya mungkin dipahami melalui proses pembelajaran yang meletakkan guru dalam arti sufistik ataupun syariah istik sebagai pemain utama.
Itulah tujuan dari serat bayan budiman ditulis.

Sabtu, 05 Maret 2011

Orang Alim

Pemikiran Islam, seperti pandangan yang berkembang dalam masyarakat umum, juga mengenal dua unsur sosial yang bersifat hirarkis, yaitu orang awan di tingkat bawah dan orang alim di tingkat atas.
Dua tingkat ini yang umum diketahui, meski masih ada tingkatan lain dari semua itu.

Kualitas orang alin bukanlah hanya karena ia menguasai sejumlah ilmu, melainkan juga karena memiliki kualitas kesalehan yang dipercayai berada pada posisi lebih dekat Tuhan dibandingkan dengan orang yang awam.
Bukan hanya semata-mata memenuhi ajaran syariah seseorang disebut saleh, tapi juga bersama itu ia menjalani hidup dengan akhlak yang kurang lebih sempurna.

Dalam tradisi sufi, orang-orang berkualitas saleh yang sempurna itulah yang antara lain diyakini telah mencapai salah satu maqam yang disebut makrifat.

Selasa, 01 Maret 2011

Ketakterhinggaan Sang Aku

Dalam ilmu matematika, serat bayan budiman bisa diibaratkan teori limit untuk memahami ajaran Syekh Siti Jenar.
Manunggaling kawulo Gusti yang diajarkannya adalah sebuah bentuk ajaran untuk menembus rahasia ketakterhinggaan.
Dalam matematika, siapa saja yang mampu menembus rahasia ketkterhinggaan maka ia akan bisa menemukan sejumlah kerelatifan nilai ke-aku-an.

Untuk memahaminya kita perlu mengerti bahwa dalam teori limit matematika, satu dibagi nol sama dengan tak terhingga.
Selanjutnya juga perlu dipahami sistem pengerjaan sebagai berikut:
Jika X=Y maka X/Y=Y/Z

Dari sistem pengerjaan tadi maka kita akan bisa buat sebuah sistem operasi metematika untuk memahami ajaran Syekh Siti Jenar.
Nol=Nol
Nol x 7 = Nol x 1000
Sampai disini operasi pengerjaan ini masih bisa diterima oleh kaum penganut syariat matematika.

Jika memakai dalil di atas, X=Y maka X/Z=Y/Z maka kita bisa memasuki suatu sistem pengerjaan yang bagi kaum syariat matematika akan melahirkan kekacauan jagad sebagaimana kekacauan yang disebabkan ajaran Siti Jenar:
0 x 7/0 = 0 x 1000/0

Selanjutnya jika ketakterhinggaan ditembus (yang membolehkan pembagian 0 dibagi 0 dengan hukum X dibagi X sama dengan 1) maka akan terungkap rahasia keakuan bahwa ternyata seribu pun sama dengan tujuh.
0 x 7/0 = 0 x 1000/0
1 x 7 = 1 x 1000
7 = 1000.

Dengan cara pengerjaan tersebut, maka terbongkarlah sesungguhnya rahasia angka-angka 1, 2, 3, 9, 1000, 100000 atau berapapun itu sama saja, tidak ada bedanya.
Itu dalam bahasa agamanya, raja, presiden, kere, gembel, pengemis, seniman, kyai, wali, politisi, karyawan, pegawai negeri itu sama saja jika dihadapkan pada mereka-mereka yang mampu menembus rahasia ketakterhinggaan (yang membolehkan pembagian dengan angka nol: menenggelamkan kebulatan dunia sebagai pusat orientasi), yaitu mereka yang meninggalkan dunia sebelum meninggal dunia.

Dalam logika "WALI" ilmu matematika, pembagian dengan angka nol jelaslah melanggar "Syariat Matematika" dan hanya akan merusak jagad perhitungan matematika.

Khalwat Seorang Sufi

Terkadang kaum sufi melakukan tari-tarian membentuk suatu lingkaran sebagai gambar dari gerak oikiran dan rohani di dalam aksi yang dilakukan dengan tujuan mendekati hakikat di pusat lingkaran.

Khalwat dilakukan sufi bukan sekedar menyepi menjauh dari keramaian duniawi, melainkan sebuah proses pencarian bagaikan serial langkah mencapai Sang Maha Hakikat tersebut.

Inilah antara lain cara sufi memberi makna ibadah menurut aturan syariah yang bukan sekedar gerak-gerik fisik, tangan, kaki dan ucapan, yang eksotik dari luar saja, melainkan sebuah gerak dan perjalanan mental dan ruhani di dalam dirinya hingga mencapai Tuhan sendiri

Tujuan Akhir Ibadah

Tujuan akhir dari semua tindakan ibadah, seperti dalam praktek sufi atau ketaatan syariat adalah berada dekat pada Tuhan, bahkan tawarrub atau mendekati Tuhan itu sendiri.
Mencapai kedekatan pada posisi Tuhan itulah yang sering diberi arti menyatu dengan Tuhan Sang Hakikat.

Penyebutan nama-nama atau sifat Tuhan bukanlah sekedar suatu ucapan verbal seperti meyebut nama orang atau benda, tapi sebuah proses dari suatu langkah penghampiran pada Tuhan.
Gerak-gerak dalam ibadah adalah simbol dari hakikat yang dicari, bukan sekedar anggota tubuh yang tanpa makan dan tujuan.

Seluruh gerak hidup hingga tarikan dan desakan nafas adalah simbol yang bermakna sebagai pencarian dan pencapaian Tuhan itu sendiri dalam bentuj zikir.