Rabu, 17 April 2013

Makrifat Dalam Bismillah dan Doa

Dalam serat bayan budiman dijelaskan bahwa setiap surat dan Al Quran kecuali surat At Taubah selalu diawali dengan Basmalah. Perkataan ini muncul pertama kali dalam serat bayan budiman ketika burung Bayan menjawab pertanyaan burung Menco tentang makna kalimat "Bismillah" dalam Kitab Serat Bayan Budiman.


Bayan Budiman lalu menjelaskan mengapa demikian adalah karena Tuhan menjadikan tahun dalam 12 bulan dihiasi bulan Ramadan. Di dalam setiap bulan yang 30 hari dihiasi hari Jumat, langit tujuh dihiasi matahari dan bulan, Al Quran dihiasi dengan "Bismillah". Tuhan menobatkan Nabi Muhammad SAW dengan agama yang dihiasi shalat lima kali. Seumpama orang hidup, shalat itu menjadi pertanda penegakan agama yang jika meninggalkan shalat tak dapat diganti dengan sedekah 1 kwintal emas. Tapi hal ini akan sangat tergantung bagaimana laku ibadah itu diberi makna bukan sekedar aturan dan tindakan sistematis dan formal, melainkan dalam tataran kearifan batin.

Hikmah dan Derajat Lafadz Bismillah

Sementara itu, hikmah dan derajat lafadz Bismillah, tergantung atas pekerjaan apa yang akan dilakukan. Ia bisa berarti wajib atau sunnah, jika pekerjaan itu wajib maka ia menjadi wajib, jika haram atau makruh maka menjadi haram atau makruh. Bismillah ditulis lebih dulu karena pada waktu zaman Dlurriyyat di Lauhil Mahfudz ketika Tuhan memanggil dan dijawab "Alastu Birabbikum". Tuhan lalu berfirman "Bala-". Huruf sin berlekuk tiga sebagai simbol sirotol mustaqin yang juga berlekuk tiga sebagai simbol perjalanan selama 3 ribu tahun.


Lafadz Bismillah itu ada empat kalimat karena bengawan surga juga ada empat macam, yaitu:
1. Air Tawar.
2. Air Madu.
3. Air Susu.
4. Air Manis.

Jumlah hurufnya ada 19 karena malaikat penjaga neraka yang disebut Zabaniyyah itu terdiri dari 19 kelompok. Siapa yang membaca bismillah dalam shalat sesudah takbir, dosanya akan diampuni. Dengan meminum empat air di bengawan surga itu maka seseorang akan selamat dari siksa neraka Jahanam.

Karena itu pulalah mengapa Syeikh Siti Jenar siang malam selalu menyucikan budi dan menguasai ilmu luhur, semua itu demi kemuliaan jiwanya dan manusia lainnya menuju kehidupan yang hakiki yang terlukis dalam kata "Bismillah" tersebut. Hal ini tercermin saat eksekusi mati yang dijatuhkan kepadanya. Ia justru memilih jalan kematiannya sendiri.

Dalam kitab bayan budiman, burung bayan mengajarkan cara memohon kepada Tuhan untuk menggapai kemuliaan hidup secara sederhana. Hal ini bisa dibaca bahwa ajaran Syeikh Siti Jenar merupakan laku tingkat tinggi, sedangkan fatwa burung bayan lebih merupakan penyederhanaan dari hubungan manusia dengan Tuhan.


DOA

Kalau Syeikh Siti Jenar sampai pada tingkatan "tidak ada jarak" antara manusia dengan Tuhan (manunggaling kawula gusti), dalam fatwa burung bayan masih diperlihatkan jarak itu. Namun, perlu dimengerti bahwa itu bukan sesuatu yang berbeda tapi merupakan petunjuk jalan ke arah ajaran "wahdatul wujud" Siti Jenar. Untuk sampai pada tahapan kasampurnan Siti Jenar, perlu dimengerti terlebih dahulu tahap-tahap pencapaiannya dalam hal ini seperti yang disampaikan burung bayan tentang cara melakukan doa agar terkabul.

Bayan menjelaskan bahwa syarat-syarat doa agar bisa terkabul itu ada 4 hal, yaitu:
1. Khusyuk dan hadir ketika berdoa.
2. Tanpa keraguan ketika memohon kepada Allah SWT.
3. Membaca Alhamdulillah atau memuji kepada Dzt yang memberi hidup.
4. Orang yang berdoa itu perbuatannya dan makanannya harus halal.

Jika semuanya bisa dipenuhi, insya Allah doamu akan dikabulkan.

Konsep doa dalam ajaran kasampurnan adalah mengarah pada kemuliaan hidup. Karena itu ujungnya adalah masuk pada ketiadaan diri, hanya Allah SWT sajalah yang ada. Bahwasanya yang layak dipuji hanyalah Allah SWT, tiada sesuatupun dari manusia yang layak dipuji. Karena, segala yang terpuji (Nur Muhammad) itu datangnya dari Allah SWT. Dan karena ujungnya adalah sifat keterpujian, maka tak layak ada yang haram masuk ke dalam tubuh manusia itu. Dengan memasukkan hal-hal yang tidak halal dalam tubuh sama artinya menjauhkan diri dari keterpujian atau kemuliaan hidup.

Cara berdoa di atas pada akhirnya juga berhubungan dengan latihan rohani guna mencapai kasampurnan yang berkaitan dengan konsep surga dan neraka. Konsep surga dan neraka yang banyak dikembangkan ulama syariah dan kalam, agak sedikit berbeda dengan kaum sufi. Ajaran tentang surga dan neraka dalam pemikiran ulama kalam dan syariah tersebut tampak dipengaruhi konsep tentang "Tuhan Baik" dan "Tuhan Jahat". Adanya surga dan neraka sebagai 2 tempat eksistensial berada di wilayah kesadaran manusia seakan Islam mengenalkan dua jalan ke arah masing-masing Tuhan, atau ada jalan ke arah Tuhan Jahat tersebut.


Beda Surga dan Neraka di Ajaran Makrifat

Tuhan pun seringkali digambarkan sebagai hakim yang keras dan penghukum. Hal ini berbeda dengan konsep cinta atau hubb kaum sufi dalam berhubungan dengan interaksi antar manusia dan sesama makhluk.

Karena itu, tampaknya penting untuk dimengerti bahwa konsep Tuhan Jahat atau hakim yang keras sungguh berbeda dengan ajaran kasampurnan dalam ajaran sufi dan Syeikh Siti Jenar seperti yang diperlihatkan dalam kisah-kisah makrifat Kitab Bayan Budiman. Dalam ajaran Kasampurnan, neraka sesungguhnya hanyalah hadir sebagai bayang-bayang yang menutupi surga, sehingga doa menjadi mungkin dan tabir surga atau neraka bisa dibuka. Hal ini juga terlihat dalam doktrin bahwa surga itu selalu ditabiri oleh penderitaan dan sebaliknya neraka dengan segala kenikmatan.


Fenomena Siang, Malam dan Gerhana

Seperti gambaran siang dan malam, sesungguhnya malam itu tidak ada kalau saja sinar matahari tak pernah terhalang bumi untuk sampai pada manusia. Demikian juga, neraka itu tidak pernah ada kalau saja manusia itu tidak pernah terhalangi dirinya untuk sampai pada Tuhannya. Karena itu, untuk sebuah kemuliaan hidup, manusia harus melampaui dirinya hingga sampai pada Tuhannya.

Itulah yang diajarkan kanjeng Nabi dengan konsep jihad Akbar sebagai sebuah pertarungan untuk bisa melampaui dan agar bisa mengalahkan diri atau kedirian seseorang.

Itulah makna yang dijelaskan secara singkat dalam Kitab Bayan Budiman tentang fenomena Matahari, Bulan dan Gerhana.
"Lalu, apa bedanya matahari dan bulan," tanya burung Menco kepada Bayan Budiman.
Selanjutnya burnag Bayan menjawab pertanyaan Menco dan menjelaskan bahwa matahari menjadi pertanda waktu shalat dan puasa. Sedangkan bulan itu tidak tiap saat diterima sujudnya kecuali hanya pada tanggal 15. Adanya gerhana adalah untuk menolak perbuatan orang kafir dan majusi yang menyembah matahari. Dengan gerhana, Tuhan menunjukkan bahwa matahari dan bulan bukanlah Tuhan karena berubah-ubah.

Jumat, 05 April 2013

Arti Makrifat Menurut Imam Al-Ghazali

Walaupun tahap akhir dari perjalanan rohani kaum sufi masih menjadi perdebatan, namun makrifat sebagai konsep dan sebagai tahap atau maqom yang lebih dikenal luas di kalangan penganut sufi ketimbang pemeluk Islam awam atau ulama.

Sebagai tahapan rohani makrifat mendasari kemampuan-kemampuan rohani berikut dan sebagai tindakan ia menjadi jalan untuk memperoleh pengetahuan dan memahami realitas diri atau alam dan masyarakat.

Dari sini pula kemampuan makrifat dihubungkan dengan hampir semua tahap rohani sufistik hingga pencapaian ittihad (Kesatuan manusia - Tuhan) dan suatu pencapaian kasaampurnaan yang dikenal sebagai Insan Kamil atau manusia sempurna.

Makrifat berarti pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang bagi umumnya kaum sufi merupzkan pemerian dan rahmat dari Allah SWT sebagai suatu kemampuan mengetahui dan melihat Allah SWT dari dekat tanpa perantara nama atau sifat-sifat Tuhan tu sendiri.

Ini pula yang dinyatakan oleh Syekh Siti Jenar bahwa penyebutan nama-nama atau sifat-sifat Tuhan sebagai petunjuk belum sepurnanya ilmu seseorang, karena nama dan sifat bukanlah Dzat-Nya.

Makrifat Menurut Imam Al-Ghazali

Demikian pula bagi Imam Al-Ghazali, penyebutan nama dan sifat Tuhan berarti belum mencapai kedekatan karena orang yang dekat dengan sesuatu tak perlu lagi menyebut nama dan sifat susuatu tersebut. Sehingga Imam Al-Ghazali memaknai makrifat merupakan suatu maqam yang tertinggi yang bisa diapai oleh seorang sufi.